Rss Feed

My Playlist

Arti Sebuah Kehidupan . . .



Tanpa kusadari usiaku terus bertambah
Memang benar waktu itu tidak akan berhenti
Dia akan terus berjalan
Sampai titik akhir kehidupan

Aku kini tlah dewasa
Aku sudah menjadi seorang istri
Dan mungkin sebentar lagi
Menjadi seorang ibu, Amin

Seiring perjalanan usiaku
Aku mulai mengerti arti hidup sesungguhnya
Terkadang hidup penuh kesenangan
Namun terkadang hidup penuh ujian dan cobaan

Seperti itulah kita hidup
Kadang kita di atas
Kadang di bawah
Seperti roda yang terus berputar

Seperti langit hari ini tadi
Sesaat aku rasakan sangat panas menyengat
Sesaat mendung diiringi guyuran air hujan
Semua dapat berubah hanya dalam sesaat

Apapun yang terjadi atas diri kita
Semua adalah hadiah terbaik dari Allah untuk kita
Itu prinsip yang selalu aku pegang
Agar aku tetap kuat menjalani hidup

Allah, Dia yang Maha Kuasa
Yang berhak menentukan segalanya
Aku hanya bisa ikhlas dan ridho
Atas segala ketentuan-Nya

Ketika datang kesenangan
Mungkin aku sering melupakan-Nya
Sehingga Dia mencobakan aku dengan kesulitan
Bagaimana aku menyikapinya

Apakah aku semakin jauh dari-Nya
Ataukah semakin dekat dengan-Nya
Apakah aku ikhlas dan yakin akan pertolongan-Nya
Ataukah putus asa dan menyalahkan-Nya

Terkadang memang sulit memaknai semuanya
Karena ia adalah rahasia Allah
Kita akan dapat merasakan manisnya iman
Kala kita mampu bersabar

Allah aku ingin slalu Cinta-Mu
Aku ingin bisa menjadi hamba yang taat
Selalu bersyukur atas nikmat-Mu
Dan bersabar atas ujian-Mu

Tuntun aku slalu ya Rabb
Dalam perjalanan menuju-Mu
Tetapkan hati ini tuk snantiasa dalam keimanan
Dan ketaatan pada-Mu

Ujian Keikhlasan 1

:: Oktober 2008, Ramadhan in memoriam ::

Sembilan bulan kini usia pernikahanku. Dengan seseorang yang sudah kudambakan sejak lama. Belahan jiwa yang selalu ada disamping kita. Sebentar lagi usia pernikahan kami genap satu tahun, Alhamdulillah. Hari-hari kami jalani dengan penuh kebahagiaan dan kesyukuran. Semua ini aku anggap sebagai kado terindah dari Allah selama hidupku. Terimakasih ya Allah. Suamiku sangat amat mencintaiku, dan aku juga akan selalu mencintai dia sampai akhir hidupku, Amin.

Usia sembilan bulan dirasakan terlalu lama, sebagai pasangan muda yang belum dikaruniai anak. Kebanyakan istri 1-2 bulan setelah menikah sudah mengandung. Seperti layaknya pasangan suami-istri lain, kami sangat mendambakan hadirnya buah hati, meski kami belum mempunyai penghasilan tetap, karena kami berdua masih kuliah dan hanya nyambi bisnis kecil-kecilan, tapi itu tidak membuat kami ragu untuk memiliki buah hati, kami yakin dengan menikah Allah akan memudahkan rizki kami. Ada kutipan sebuah hadist, “Allah akan memudahkan rizki kepada 3 golongan, yaitu orang yang berusaha menepati janjinya, yang berjihad di jalan-Nya, dan yang menikah untuk menjaga kehormatan diri dan menundukkan pandangan.” Subhanallah.

Suatu pagi . . .
Aku merasakan kurang enak badan pagi ini, ada sesuatu yang berbeda terjadi dalam diriku. Kemarin aku dan suami baru saja membicarakan soal nama anak kelak ketika kami punya anak. Rencananya akan kami beri nama ia ‘Asy Syifa’ seandainya yang lahir perempuan. Asy Syifa yang berasal dari singkatan nama kami berdua, yang dalam bahasa Indonesia berarti obat. Harapannya ia bisa menjadi obat / penyembuh luka / penghibur hati kami, menjadikan hari-hari kami penuh warna-warni keceriaan.
Aku curiga aku hamil, karena aku rasakan ada sedikit ganjalan pada perutku saat ku bungkukkan badan. Dan merasa mual-mual. Aku buru-buru mengambil alat uji kehamilan pribadiku, kebetulan aku baru membelinya lusa, buat jaga2 aja jika sewaktu-waktu diperlukan. “Subhanallah . . . Alhamdulillah . . .” aku terkejut dan bersyukur. Tertera 2 garis merah pada alat tersebut, artinya aku positif hamil. Lalu aku segera membangunkan suamiku tercinta. “Aa bangun . . .” begitu panggilan sayang ku. “A, ane positif hamil.” Suamiku langsung terbangun dengan perasaan terkejut, gembira, haru, semua kami rasakan bercampur padu. Dan dia menciumiku dengan diliputi rasa syukur dan berkata padaku “Ane semakin sayang sama anti.” Rasanya saat itu aku seolah menjadi istri yang paling bahagia.

Aku rutin memeriksakan kandunganku ke dokter spesialis obgyn (obstetri dan gynekologi), begitu istilah medisnya, atau biasa kita sebut spesialis kandungan. Lokasinya cukup jauh dari rumah kami, sehingga penuh perjuangan juga untuk sampai kesana. Disana alat yang digunakan adalah USG (Ultra Sono Grafy), sebuah alat pendeteksi keadaan janin di dalam kandungan, yang sudah akrab di telinga kita. Nampak bulatan berdiameter 1cm dalam rahimku, artinya usia kandunganku sudah 1 bulan kata dokter. Alhamdulillah. Aku diberi obat penguat kandungan agar rahimku kuat, juga suplemen agar kondisi tubuhku tetap terjaga, demikian janin dalam kandunganku. Aku kabarkan berita baik ini kepada keluargaku. Harapannya mereka senang mendengar kabar ini, dan turut mensupport aku. Tapi ketika kusampaikan kepada ibuku untuk yang pertama kalinya, agak kurang enak respon beliau, maklum beliau masih meragukan kemampuan kami untuk mengurus anak, karena berdua masih sama-sama kuliah dan belum bekerja. Agak sedih. Namun aku terus berusaha meyakinkan beliau bahwa kami InsyaAllah sanggup membesarkan dia, kami akan berjuang sepenuh hati. Bisa menyelesaikan kuliah meski harus mengurus anak. Pelan-pelan orangtua kami mulai mengerti, memahami dan menerima kehadiran cucu pertama mereka. Sebenarnya mereka juga bahagia dalam hatinya.

Hari-hari kami jalani penuh suka cita, membayangkan menjadi seorang abi-umi, menimang bayi yang lucu. Aku jaga kandunganku dengan penuh kehati-hatian. Karena ini anugrah terindah yang Allah berikan kepada kami. Disini Allah menguji kami apakah kami ikhlas menerima kehadiran buah hati, tidak ragu lagi dapat membesarkan dia dan yakin bahwa yang menentukan rizki adalah Allah yang Maha Pemurah. Pernah sesaat aku berkata pada suamiku, “Aa, bagaimana kalau uang kita ngga’ cukup buat beli susu untuknya kelak ia lahir ?” Suamiku menjawab, “Ane ngga’ akan makan sebelum anak kita dapat minum susu.” Suamiku sungguh sabar, dia yang mengajarkan aku untuk ridho, dan selalu berserah diri pada-Nya.

Belum habis suasana lebaran yang penuh kegembiraan, aku diberikan karunia yang tak ternilai saat ini. Hampir setiap hari aku memimpikan anakku lahir, terkadang lahir anak laki-laki, namun terkadang anak perempuan, karena memang belum jelas. Aku jaga kondisi tubuhku agar selalu sehat, aku beri asupan gizi yang cukup dengan makan sayur dan buah meski aku sangat tidak menyukai keduanya, tapi aku paksakan demi kesehatan janinku. Rasa mual yang sangat dan sungguh menyiksa juga tidak membuatku lemah dan mengeluh, aku ikhlas jalani semuanya demi janinku, toh hanya berlangsung pada trimester pertama (3 bulan) yang aku tau, setelah itu rasa mual biasanya sudah hilang. Begini rasanya hamil muda, agak tidak nyaman juga karena aku harus berhati-hati sekali dalam setiap gerakku, kandungan di usia muda sangat rentan terhadap goncangan.

Masih sebulan lagi jadwalku kontrol ke dokter. Aku harus rutin minum obat sampai habis. Berharap kontrol bulan depan perkembangannya bagus.

Ujian Keikhlasan 2

:: November 2008, Syawal behind the story ::

“Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kamu, dan agar kami menyatakan (baik buruknya) hal ihwalmu.”
(QS. Muhammad : 31)



Suatu malam . . .

Aku mendapat kabar buruk dari keluarga Kediri ( keluarga suamiku ) bahwa simbah putri sakit keras, hanya bisa berbaring di tempat tidur, aku dan suami berencana pulang ke Kediri besok.

Pagi harinya . . .
Benar sekali, sesuatu tidak diinginkan terjadi, kondisi simbah semakin parah dan pagi ini aku dikabari simbah meninggal. Innalillahi wa Inna Ilaihi Roji’uun. “Sesungguhnya kami milik Allah dan hanya kepada-Nya lah kami kembali”. Kami berdua langsung bersiap berangkat ke Kediri, dengan buru-buru kami menuju stasiun dan aku paksakan berangkat meski dalam kondisi hamil, aku ga mungkin tidak hadir dalam pemakaman simbah. Beliau sosok yang sangat baik dan sangat sayang pada suamiku juga padaku.
Lima jam perjalanan. Sampai akhirnya di Kota Kediri. Rumah penuh dengan orang-orang yang melayat, suasana diliputi rasa duka yang mendalam atas kepergian simbah putri, tapi kami ikhlaskan kepergian beliau agar beliau dapat tenang berpulang ke Rahmatullah.

Seminggu kami di Kediri, setelah semuanya selesai kami pulang kembali ke Solo, kembali menjalani rutinitas kuliah dan kerja mengurus toko. Toko selluler dan printing yang kami beri nama ‘fatimahouse’, yang menjadi satu-satunya sumber penghasilan kami.

Di kampus.
Hari ini adalah hari pertama kami menjalani ujian akhir semester. Kami kuliah mengambil jurusan teknik arsitektur, yang nantinya ketika lulus dapat menjadi seorang arsitek. Tapi semua yang menentukan adalah Allah swt, bekerja sebagai apa saja yang penting halal tidak menyimpang dari syariat Islam.

Hari pertama ujian aku jalani penuh semangat, karena aku mengerjakan ujian dalam keadaan hamil, belum pernah aku alami hal demikian sebelumnya. Aku akan curahkan semua hidupku demi calon bayi dalam perutku.


Usai ujian. Aku berniat silaturahmi ke rumah orangtuaku yang masih di lingkup Kota Solo. Kami berdua segera meluncur kesana. Sesampainya disana sesuatu tidak diinginkan terjadi. Aku bingung akan apa yang terjadi pada diriku. Banyak darah keluar. Apa mungkin aku menstruasi ? Tapi kan aku sedang hamil, apa mungkin orang hamil masih menstruasi ? Tapi darahnya itu beda dengan darah haid, darah berwarna merah segar, bukan merah hati dengan gumpalan2 seperti darah haid. Lalu darah apa itu ? Aku bertanya2 pada suamiku juga orang rumah. Daripada terus cemas, kami bergegas ke dokter spesialis biasa kami periksa. Bukan jadwalnya kontrol memang, tapi ada sesuatu yang harus segera ditangani sebelum terlambat.
“Ada masalah apa Bu belum jadwal kontrol kok sudah kesini, apa terjadi flek ?” Begitu sapa dokter seolah sudah mengerti permasalahan kami. Aku kemudian di USG oleh dokter itu dan beliau memberikan diagnosa bahwa kantong janin dalam kandunganku bentuknya sudah tidak beraturan lagi, dan ini rawan abortus (keguguran). MasyaAllah . . . aku tidak kuat mendengar keterangan dokter. Aku disuruh bedrest (istirahat total), tidak boleh bergerak banyak apalagi beranjak dari tempat tidur, karena ketika banyak goncangan akan semakin mempermudah proses abortus.

Aku tidak putus harapan, aku ikuti saran dokter. Aku rutin meminum obat dan tetap berbaring di tempat tidur, jadi sementara kami menginap di rumah orangtua biar ada yang membantu menjaga aku agar suamiku tidak kesulitan, dia juga masih harus menyelesaikan ujian semester sampai 2 pekan ke depan. Aku terpaksa ijin dulu tidak ikut ujian, karena kondisi tidak memungkinkan.
Setiap malam aku merasakan perutku sakit sekali, nyeri yang amat luar biasa sakitnya, aku meminta suamiku untuk mengelus-ngelus karena dengan begitu sakitnya berkurang. Hampir setiap hari aku tidak bisa tidur, tidak kuat menahan rasa sakit. Juga rasa mual yang sangat berlebihan membuatku susah menelan makanan maupun minuman. Ketika makan sesuatu seketika muntah dan itu terjadi berulang kali dalam sehari dan setiap hari seperti itu. “Ya Allah aku ikhlas menjalani semua ini, semoga bisa menjadi penggugur dosaku. Aku ingin bisa sembuh, dan kandunganku dapat diselamatkan. Aku harapkan kasih dan sayang-Mu slalu ya Rabb”.

Satu minggu terlewati, kondisiku belum berangsur membaik. Aku periksa lagi ke dokter. Apa yang dokter katakan kepadaku sungguh mengagetkanku, dokter bilang kandunganku sudah tidak bisa diselamatkan. Harus dilakukan proses curretane (kuret), yang artinya pembersihan rahim, jadi janin dalam kandungan harus diangkat. Aku seakan tidak percaya atas apa yang dikatakan dokter itu. Apa benar janinku sudah tidak bisa diselamatkan ? Aku kurang puas dengan diagnosa dokterku ini, dia kurang jelas memaparkan kondisiku. Lalu aku pulang dan istirahat di rumah kami. Aku berkata pada suamiku, “A, ane ngga’ mau dikuret, ane ingin janin ini bisa tumbuh, ane ingin punya anak, ane udah berjuang menjaga dia. Ane tidak puas dengan diagnosa dokter tadi.” Suamiku menjawab, “Kita harus ikhlas menerima semuanya, mungkin memang kita belum diberi kepercayaan mempunyai momongan. Tapi kalau belum yakin, bagaimana misal besok kita periksakan ke rumah sakit ?” Aku langsung menyetujui saran suamiku.

Besoknya kami menuju ke Rumah Sakit Umum Daerah di Kota Solo. Cukup lama kami mengantri untuk diperiksa. Tiba giliran kami, aku dipanggil menuju ruang gynekologi. Sama, disana aku diperiksa lewat USG. Namun kali ini diagnosa dokter berbeda. Kata dokter aku mengidap penyakit mola hidatidosa atau akrab disebut hamil anggur. Satu istilah yang jujur baru kali ini aku dengar, apa itu hamil anggur ? Ternyata semacam kelainan kehamilan, yakni keadaan kandungan tidak ada bakal janin namun yang ada hanya bakal plasenta/ari-ari. Mungkin embrio sudah mati, atau mungkin memang tidak terbentuk. Anehnya, sampai sekarang belum ada yang yang dapat menemukan sebab secara pasti terjadinya kehamilan seperti ini. Ada yang mengatakan ibu kurang gizi, sel telur/sel sperma kurang baik, usia ibu hamil terlalu muda, dsb. Gejala dari penyakit seperti ini hampir semua aku alami, berarti memang tidak diragukan lagi aku hamil anggur. Gejalanya yakni rasa mual yang berlebihan, perut membesar tidak sesuai dengan usia kehamilan; misal baru hamil 2 bulan seperti sudah hamil 4-5 bulan, dan kadar hormon β HCG (hormon kehamilan, dibaca: beta HCG) sangat tinggi yaitu 100.000 (aku lupa dalam satuan apa), sementara aku mencapai 150.000 lebih. Yang jelas kehamilan seperti ini tidak dapat dilanjutkan, artinya janin tetap harus diangkat, karena bisa dibilang isinya bukan janin tapi penyakit ‘tumor jinak’. Jadi, harus segera dibersihkan.

Aku tidak bisa berkata apa-apa lagi, aku diam dan hanya bisa pasrah. Mungkin ini jalan terbaik yang Allah berikan. Jalan yang harus aku lewati, yang penuh ujian dan cobaan. Tapi aku yakin Allah punya rencana indah dibalik semua ini. Suatu saat nanti aku akan diberikan ganti yang lebih baik bila aku dapat ikhlas menerima semuanya. Suamiku juga sangat tabah menghadapi semua ini, dia yang terus menguatkan aku. “Allah tidak akan menguji hamba diluar kesanggupannya. Allah memberikan ujian kepada kita untuk menguji seberapakah kualitas iman kita. Bagaimana kita menyikapi segala bentuk ujian. Ujian adalah wujud Cinta Allah pada kita. Ikhlas dan Sabar adalah yang paling utama”, begitu ucap suamiku untuk menghiburku.


:: Sabtu, 15 November 2008 ::

Hari ini operasi pembersihan rahimku akan dilaksanakan. Aku menginap di rumah sakit sejak 3 hari yang lalu. Untuk menstabilkan kondisiku agar sudah siap dalam proses operasi nanti. Keluarga, saudara, teman silih berganti datang menjengukku, mereka sangat perhatian dan turut memberi dukungan kepadaku.
1 kantong darah sudah dimasukkan ke tubuhku karena kondisiku saat ini kurang darah (anemia).
Pagi ini jam 10 aku dibawa ke ruang operasi. Aku dengan didampingi suamiku menuju kesana. Dan berpisah sampai di pintu masuk. Suamiku menunggui aku di luar ruangan, karena tidak boleh sembarang orang masuk kesana. Sungguh mengerikan melihat suasana dalam ruang operasi. Peralatan medis yang sering aku lihat di televisi itu sekarang ada di hadapanku, seperti lampu operasi yang besar-besar di atas pembaringan, alat pendeteksi detak jantung, tabung oksigen dan selang, dan peralatan mengerikan yang lain. Juga dokter yang jumlahnya cukup banyak bersiap menggarap aku. Aku berusaha mengkondisikan diriku setenang mungkin, aku tidak boleh takut, aku harus yakin bahwa Allah sekarang membersamaiku, sehingga tidak perlu cemas. Aku gunakan untuk dzikir selama menunggu dimulainya operasi. Tiba-tiba ada seorang tim medis bertanya, “Umur ibu berapa ? dan berat badan berapa ?”, aku jawab “Umur 21 dan berat 45 kg”. Dia berkata lagi, “Tenang ya Bu, saya mulai masukkan obat biusnya”. Setelah itu aku sudah tidak tau lagi apa yang terjadi. Begitu terbangun, sudah ada suamiku di sampingku, aku mendengar suaranya. Suamiku membisikkan padaku, “Dinda, semua sudah berakhir, operasinya lancar”. Tapi sayang aku belum dapat bicara dan membuka mata, hanya dapat mendengar karena obat biusnya masih bereaksi.

Alhamdulillah. Keesokan harinya aku sudah bisa pulang dan penderitaan rasanya sudah berakhir. Aku sudah tidak merasakan mual lagi. Meski darah masih sedikit ada yang keluar tapi aku sudah tidak merasakan sakit. Aku dianjurkan rutin kontrol untuk memantau perkembanganku. Aku belum boleh hamil dulu sampai satu tahun ke depan. Karena jika aku hamil dalam waktu itu dikhawatirkan terjadi seperti ini lagi untuk yang kedua kali. Butuh waktu untuk proses penyembuhan dulu.


“Dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, yaitu orang-orang yang apabila ditimpa suatu musibah mengatakan, sesungguhnya kita milik Allah dan sesungguhnya kepada-Nya kita kembali. Mereka itulah orang-orang yang akan mendapatkan curahan shalawat dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.”
(QS. Al Baqarah : 155-157)


:: Agustus 2009, 9 bulan berlalu ::

Ramadhan sudah menjelang lagi. Sampai saat ini aku masih mengingat jelas akan apa yang aku alami 9 bulan yang lalu. Aku sangat merindukan kehadiran buah hati. Tapi, yah aku harus bersabar dulu. Aku yakin Allah swt pasti memberi kami kebahagiaan itu nanti pada saat yang tepat. Cukuplah ku simpan dalam hati kerinduan ini, semoga Allah swt senantiasa memberkahi rimah tangga kami. Slalu berada di bawah naungan Cinta-Nya. Amin.



Seiring waktu berlalu
Tangis tawa di nafasku
Hitam putih di hidupku
Jalan di takdirku

Tiada suatu tersembunyi
Tiada suatu yang terlupa
Sgala apa yang terjadi
Engkau lah saksinya

Kau yang Maha Mendengar
Kau yang Maha Melihat
Kau yang Maha Pemaaf
Pada-Mu hati bertaubat

Kau yang Maha Pengasih
Kau yang Maha Penyayang
Kau yang Maha Pelindung
Pada-Mu semua bergantung

Yang dicinta kan pergi
Yang didamba kan hilang
Hidup kan terus berjalan
Meski penuh dengan tangisan

Andai bisa ku mengulang
Waktu hilang dan terbuang
Andai bisa ku kembali
Hapus semua pedih

Andai mungkin aku bisa
Kembali ulang sgalanya
Tapi hidup tak kan bisa
Meski dengan air mata

Opick feat Amanda_Maha Melihat

Ramadhan Kembali


“…Bulan Rajab adalah bulan Allah, Sya’ban adalah bulanku, dan Ramadhan adalah bulan umatku…” (Al-Hadits)


Sebentar lagi Ramadhan menyapa kita, bulan yang paling kita rindukan diantara bulan-bulan yang lain. Tapi, sudah siapkah kita menyambutnya? jangan-jangan kayak tahun lalu lagi, atau tahun lalunya lagi, atau juga tahun-tahun sebelumnya, dimana kita tinggalkan begitu saja keutamaan Ramadhan yang mulia ini.

Saat ini bulan sya'ban, sekitar 18 hari lagi kita akan memasuki Ramadhan. Ahh, ingin rasanya segera berbekal, tapi karena kesibukan kemalasan kita, terutama aku sendiri, mambuat diri ini tak kunjung menjadi lebih baik. Tapi, sepotong khutbah jumat yang aku dengarkan di Masjid Nurul Huda, Manahan, Solo, Jumat lalu cukup mengena di hati.. Tentang memanfaatkan kemuliaan bulan Sya'ban sebagai pembekalan diri menyambut bulan suci Ramadhan..

Saat ini bulan sya'ban, sekitar 18 hari lagi kita akan memasuki Ramadhan. Sya'ban memiliki keutamaan yang luar biasa. mungkin sahabat bisa mencarinya di google tentang apa saja keutamaan bulan ini. Sepotong khutbah jum'at yang aku dengarkan kemarin menceritakan begitu mulianya bulan ini disisi Allah.

Dari Usamah bin Zaid, beliau berkata, “Katakanlah wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, aku tidak pernah melihatmu berpuasa selama sebulan dari bulan-bulannya selain di bulan Sya’ban.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ

“Bulan Sya’ban adalah bulan di mana manusia mulai lalai yaitu di antara bulan Rajab dan Ramadhan. Bulan tersebut adalah bulan dinaikkannya berbagai amalan kepada Allah, Rabb semesta alam. Oleh karena itu, aku amatlah suka untuk berpuasa ketika amalanku dinaikkan.” (HR. An Nasa’i. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)


Masalah keutamaan bulan Sya’ban lainnya diriwayatkan oleh ‘Aisyah
رضي الله عنها. Beliau berkata:

كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُوْمُ حَتَّى نَقُوْلَ لاَ يُفْطِرُ وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُوْلَ لاَ يَصُوْمُ وَمَا رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ قَطْ إِلاَّ رَمَضَانَ وَمَا رَأَيْتُهُ فِي شَهْرٍ أَكْثَرَ مِنْهُ صِيَامً فِي شَعْبَانَ. (رواه مسلم)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa hingga kami mengatakan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah berbuka, dan beliau berbuka hingga kami mengatakan bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah puasa. Namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah berpuasa sebulan penuh, kecuali pada bulan Ramadhan. Dan aku tidak pernah melihat satu bulan yang paling banyak beliau berpuasa kecuali pada bulan Sya’ban.” (HR. Muslim)

Pada bulan Sya'ban, kita disunnahkan untuk memperbanyak puasa.

Namun, perlu diingat, kadang
kaum muslimin belum mengetahui amalan-amalan yang ada di bulan tersebut. Juga terkadang kaum muslimin melampaui batas dengan melakukan suatu amalan yang sebenarnya tidak ada tuntunannya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Semoga dalam tulisan yang singkat ini, Allah memberi petunjuk kepada kita, untuk terhundar kepada bid'ah-bid'ah yang bisa menjerumuskan kita.

Bid'ah-bid'ah bulan Sya'ban.

1. Bid’ah Shalat Bara’ah/Alfiyyah

Imam Al-Fatani رحمه الله berkata dalam kitabnya Tadzkiratul Maudhu’at: “Di antara hal-hal yang diadakan manusia pada malam nishfu Sya’ban (pertengahan bulan Sya’ban) adalah shalat alfiyah (shalat seribu raka’at). Seratus raka’at dikerjakan sendiri dan sepuluh raka’at-sepuluh raka’at berikutnya dilakukan secara berjama’ah. Mereka membesar-besarkan malam nishfu Sya’ban melebihi hari Jum’at dan hari raya. Padahal tidak diriwayatkan satu dalil pun dari hadits atau ucapan para shahabat, kecuali dha’if atau maudhu’. Maka janganlah terpedaya dengan disebutkannya perayaan nishfu Sya’ban dalam kitab Quutul Quulub, Al-Ihya’ dan lain-lain.” (As-Sunan wal Mubtada’at, hal. 144)

Al-Iraqi رحمه الله berkata: “Hadits tentang shalat di malam nishfu Sya’ban adalah hadits-hadits batil. Bahkan Ibnul Jauzi رحمه الله memasukkannya ke dalam hadits-hadits maudhu’ (palsu).”

2. Dzikir dan Shalat Khusus pada Malam Nishfu Sya’ban

Adapun dzikir dan shalat khusus pada malam nishfu Sya’ban tidak disunnahkan dan tidak diriwayatkan dalam satu hadits pun yang shahih.

Adapun riwayat yang berbunyi:

إِذَا كَانَتْ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَقُوْمُوْا لَيْلَهَا وَصُوْمُوْا نَهَارَهَا. (رواه ابن ماجه)

“Jika datang malam pertengahan di bulan Sya’ban, maka shalatlah pada malamnya dan berpuasalah dia siang harinya.” (HR. Ibnu Majah dari ‘Ali رضي الله عنه)

Hadits ini disebutkan dalam catatan kakinya: “Sanadnya dha’if, karena kelemahan rawi yang bernama Ibnu Abi Bisrah. Imam Ahmad dan Ibnu Ma’in mengatakan bahwa dia memalsukan hadits.” (As-Sunan wal Mubtada’at, hal. 145)

Syaikh Al-Albani رحمه الله menyebutkan hadits di atas palsu (maudhu’) dalam Dha’if Ibnu Majah, 1/294. (pent.)

Berkata Muhammad ‘Abdus Salam Asy-Syuqairi: Adapun shalat enam raka’at pada malam nishfu Sya’ban dengan niat tolak bala, memanjangkan umur, mencukupkan diri dari manusia; demikian pula membaca surat Yasin dan do’a di antara shalat tersebut tidak ragu lagi yang demikian adalah perkara baru (muhdats) dalam agama dan menyelisihi sunnah sayyidul mursalin. (As-Sunan wal Mubtada’at, hal. 145)

Berkata pensyarah kitab Al-Ihya’: “Shalat yang demikian (yakni 6 raka’at pada malam nishfu Sya’ban) sangat terkenal dalam kitab-kitab belakangan dari kitab-kitab sufi. Padahal aku tidak pernah melihat adanya sandaran yang shahih dari sunnah dalam masalah tersebut, demikian pula dalam masalah dzikir-dzikirnya.”

Berkata An-Najm Al-Ghaiti tentang menghidupkan malam nishfu Sya’ban dengan berjama’ah: “Yang demikian diingkari oleh kebanyakan para ulama dari penduduk Hijaz seperti Atha’ ibnu Abi Rabah, Ibnu Abi Malikah dan lain-lain. Demikian pula fuqaha Madinah dan para pengikut Imam Malik. Mereka semua berkata: “Perkara tersebut semuanya bid’ah, tidak disebutkan dalam masalah menghidupkan malam nishfu Sya’ban sedikit pun dari hadits Nabi صلى الله عليه وسلم dan tidak pula dari para shahabatnya.”

Imam Nawawi رحمه الله berkata: “Shalat Rajab dan Sya’ban kedua-duanya adalah bid’ah yang mungkar dan jelek.” (As-Sunan wal Mubtada’at, hal. 145)

3. Do’a Yaa Dzal Manni

Demikian pula bid’ahnya doa khusus pada malam nishfu Sya’ban yang berbunyi:

اللّهُمَّ يَا ذَا الْمَنِّ وَلاَ يَمن عَلَيْهِ يَا ذَا لْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ

Ya Allah, wahai pemilik segala pemberian dan tidak pernah membutuhkan pemberian. Wahai Yang Maha Mulia dan Maha Tinggi….

Telah diisyaratkan dalam ucapan pensyarah kitab Al-Ihya’ bahwa do’a tersebut tidak ada asalnya dan tidak ada sandarannya.

Demikian pula dikatakan oleh penulis kitab Asnal-Mathalib, bahwa doa itu disusun oleh beberapa orang shalih dari dirinya sendiri. Dikatakan dia adalah Al-Buni.

Tentunya walaupun kita boleh berdoa dengan apa pun yang kita minta kepada Allah, namun tidak boleh mengkhususkan satu doa untuk tanggal tertentu, bulan tertentu tanpa dalil dari hadits-hadits yang shahih.

Maka wahai hamba Allah, jika satu ibadah tidak diperintahkan dalam Al-Qur’an, tidak pula dicontohkan oleh Rasulullah صلى الله عليه وسلم dalam sunnah, bahkan tidak pula oleh para khalifah-khalifahnya dan seluruh para shahabatnya, maka janganlah kita beribadah dengannya.

Dalam Musnad Imam Syafi’i رحمه الله diriwayatkan sebuah hadits dari Abu Hurairah رضي الله عنه bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم mengucapkan talbiyah dengan kalimat:

لَبَّيْكَ إِلَهَ الْحَقّ لَبَّيْكَ

Dalam riwayat lain:

لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ

Kemudian diriwayatkan bahwa Sa’ad bin Abi Waqash mendengar beberapa orang dari kaum kerabatnya membaca talbiyah:

يَا ذَا الْمَعَارِجِ

Maka Sa’ad bin Abi Waqash berkata:

إِنَّهُ لَذُوْ الْمَعَارِجِ، وَمَا هَكَذَا كُنَّا نَلْبِي عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Memang benar bahwa Allah memiliki Ma’arij, tetapi tidak demikian kita diajarkan talbiyah pada zaman Rasulullah صلى الله عليه وسلم.”

Atsar ini menunjukkan betapa besar kehati-hatian para shahabat dalam beribadah. Tidak berani merubah kalimat-kalimat apalagi menambahinya. Ketika mendengar sebagian kaum muslimin mengucapkannya dengan kalimat yang berbeda dengan apa yang diajarkan oleh Nabi صلى الله عليه وسلم -walaupun secara makna benar- mereka menegurnya, seperti apa yang dilakukan oleh Sa’ad bin Abi Waqash di atas.

Nishfu Sya’ban bukan Lailatul Qadar

Berkata Muhammad ‘Abdus Salam Asy-Syuqairi: Adapun pendapat yang mengatakan bahwa malam nishfu Sya’ban adalah malam lailatul qadar, maka itu adalah pendapat yang batil dengan kesepakatan para ulama dari kalangan ahlul hadits dan para peneliti hadits.

Imam Ibnu Katsir رحمه الله juga menyatakan batilnya pendapat ini dalam tafsir beliau.

Imam Ibnul Arabi رحمه الله juga menyatakan -ketika mensyarah hadits Tirmidzi-: Telah disebutkan oleh sebagian penafsir bahwa ayat:

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ. (القدر: ١)

“Sesungguhnya Kami turunkan Al-Qur’an pada malam Lailatul Qadar.” (Al-Qadr: 1)

Bahwa yang dimaksud adalah malam nishfu Sya’ban.

Ini adalah pendapat batil, karena Allah tidak menurunkan Al-Qur’an pada bulan Sya’ban. Hanya saja Allah سبحانه وتعالى katakan: “Kami turunkan Al-Qur’an pada malam Lailatul Qadar.” Sedangkan malam lailatul qadar adalah pada bulan Ramadhan sebagaimana Allah katakan dalam ayat lain:

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْءَانُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدى وَالْفُرْقَانِ… (البقرة: ١٨٥)

“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan dan bathil)” (Al-Baqarah: 185) (As-Sunan wal Mubtada’at, hal. 146)

Berarti pendapat ini adalah pendapat yang menentang Al-Qur’an dan pendapat orang yang tidak mengerti apa yang dibicarakan di dalamnya.

Muhammad ‘Abdus Salam Asy-Syuqairi رحمه الله berkata:

Maka aku peringatkan kalian dari kebid’ahan ini, karena sesungguhnya Allah سبحانه وتعالى juga menyatakan:

فِيْهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ. (الدخان: ٤)

“Padanya diputuskan segala perkara-perkara dengan bijak.” (Ad-Dukhan: 4)

Ayat ini menerangkan tentang malam lailatul qadar yang diberkahi yang padanya diputuskan perkara-perkara taqdir dengan adil. Dan ini bukan terjadi pada malam nishfu Sya’ban.

Wallahu ‘alam