Rss Feed

My Playlist

Ujian Keikhlasan 2

:: November 2008, Syawal behind the story ::

“Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kamu, dan agar kami menyatakan (baik buruknya) hal ihwalmu.”
(QS. Muhammad : 31)



Suatu malam . . .

Aku mendapat kabar buruk dari keluarga Kediri ( keluarga suamiku ) bahwa simbah putri sakit keras, hanya bisa berbaring di tempat tidur, aku dan suami berencana pulang ke Kediri besok.

Pagi harinya . . .
Benar sekali, sesuatu tidak diinginkan terjadi, kondisi simbah semakin parah dan pagi ini aku dikabari simbah meninggal. Innalillahi wa Inna Ilaihi Roji’uun. “Sesungguhnya kami milik Allah dan hanya kepada-Nya lah kami kembali”. Kami berdua langsung bersiap berangkat ke Kediri, dengan buru-buru kami menuju stasiun dan aku paksakan berangkat meski dalam kondisi hamil, aku ga mungkin tidak hadir dalam pemakaman simbah. Beliau sosok yang sangat baik dan sangat sayang pada suamiku juga padaku.
Lima jam perjalanan. Sampai akhirnya di Kota Kediri. Rumah penuh dengan orang-orang yang melayat, suasana diliputi rasa duka yang mendalam atas kepergian simbah putri, tapi kami ikhlaskan kepergian beliau agar beliau dapat tenang berpulang ke Rahmatullah.

Seminggu kami di Kediri, setelah semuanya selesai kami pulang kembali ke Solo, kembali menjalani rutinitas kuliah dan kerja mengurus toko. Toko selluler dan printing yang kami beri nama ‘fatimahouse’, yang menjadi satu-satunya sumber penghasilan kami.

Di kampus.
Hari ini adalah hari pertama kami menjalani ujian akhir semester. Kami kuliah mengambil jurusan teknik arsitektur, yang nantinya ketika lulus dapat menjadi seorang arsitek. Tapi semua yang menentukan adalah Allah swt, bekerja sebagai apa saja yang penting halal tidak menyimpang dari syariat Islam.

Hari pertama ujian aku jalani penuh semangat, karena aku mengerjakan ujian dalam keadaan hamil, belum pernah aku alami hal demikian sebelumnya. Aku akan curahkan semua hidupku demi calon bayi dalam perutku.


Usai ujian. Aku berniat silaturahmi ke rumah orangtuaku yang masih di lingkup Kota Solo. Kami berdua segera meluncur kesana. Sesampainya disana sesuatu tidak diinginkan terjadi. Aku bingung akan apa yang terjadi pada diriku. Banyak darah keluar. Apa mungkin aku menstruasi ? Tapi kan aku sedang hamil, apa mungkin orang hamil masih menstruasi ? Tapi darahnya itu beda dengan darah haid, darah berwarna merah segar, bukan merah hati dengan gumpalan2 seperti darah haid. Lalu darah apa itu ? Aku bertanya2 pada suamiku juga orang rumah. Daripada terus cemas, kami bergegas ke dokter spesialis biasa kami periksa. Bukan jadwalnya kontrol memang, tapi ada sesuatu yang harus segera ditangani sebelum terlambat.
“Ada masalah apa Bu belum jadwal kontrol kok sudah kesini, apa terjadi flek ?” Begitu sapa dokter seolah sudah mengerti permasalahan kami. Aku kemudian di USG oleh dokter itu dan beliau memberikan diagnosa bahwa kantong janin dalam kandunganku bentuknya sudah tidak beraturan lagi, dan ini rawan abortus (keguguran). MasyaAllah . . . aku tidak kuat mendengar keterangan dokter. Aku disuruh bedrest (istirahat total), tidak boleh bergerak banyak apalagi beranjak dari tempat tidur, karena ketika banyak goncangan akan semakin mempermudah proses abortus.

Aku tidak putus harapan, aku ikuti saran dokter. Aku rutin meminum obat dan tetap berbaring di tempat tidur, jadi sementara kami menginap di rumah orangtua biar ada yang membantu menjaga aku agar suamiku tidak kesulitan, dia juga masih harus menyelesaikan ujian semester sampai 2 pekan ke depan. Aku terpaksa ijin dulu tidak ikut ujian, karena kondisi tidak memungkinkan.
Setiap malam aku merasakan perutku sakit sekali, nyeri yang amat luar biasa sakitnya, aku meminta suamiku untuk mengelus-ngelus karena dengan begitu sakitnya berkurang. Hampir setiap hari aku tidak bisa tidur, tidak kuat menahan rasa sakit. Juga rasa mual yang sangat berlebihan membuatku susah menelan makanan maupun minuman. Ketika makan sesuatu seketika muntah dan itu terjadi berulang kali dalam sehari dan setiap hari seperti itu. “Ya Allah aku ikhlas menjalani semua ini, semoga bisa menjadi penggugur dosaku. Aku ingin bisa sembuh, dan kandunganku dapat diselamatkan. Aku harapkan kasih dan sayang-Mu slalu ya Rabb”.

Satu minggu terlewati, kondisiku belum berangsur membaik. Aku periksa lagi ke dokter. Apa yang dokter katakan kepadaku sungguh mengagetkanku, dokter bilang kandunganku sudah tidak bisa diselamatkan. Harus dilakukan proses curretane (kuret), yang artinya pembersihan rahim, jadi janin dalam kandungan harus diangkat. Aku seakan tidak percaya atas apa yang dikatakan dokter itu. Apa benar janinku sudah tidak bisa diselamatkan ? Aku kurang puas dengan diagnosa dokterku ini, dia kurang jelas memaparkan kondisiku. Lalu aku pulang dan istirahat di rumah kami. Aku berkata pada suamiku, “A, ane ngga’ mau dikuret, ane ingin janin ini bisa tumbuh, ane ingin punya anak, ane udah berjuang menjaga dia. Ane tidak puas dengan diagnosa dokter tadi.” Suamiku menjawab, “Kita harus ikhlas menerima semuanya, mungkin memang kita belum diberi kepercayaan mempunyai momongan. Tapi kalau belum yakin, bagaimana misal besok kita periksakan ke rumah sakit ?” Aku langsung menyetujui saran suamiku.

Besoknya kami menuju ke Rumah Sakit Umum Daerah di Kota Solo. Cukup lama kami mengantri untuk diperiksa. Tiba giliran kami, aku dipanggil menuju ruang gynekologi. Sama, disana aku diperiksa lewat USG. Namun kali ini diagnosa dokter berbeda. Kata dokter aku mengidap penyakit mola hidatidosa atau akrab disebut hamil anggur. Satu istilah yang jujur baru kali ini aku dengar, apa itu hamil anggur ? Ternyata semacam kelainan kehamilan, yakni keadaan kandungan tidak ada bakal janin namun yang ada hanya bakal plasenta/ari-ari. Mungkin embrio sudah mati, atau mungkin memang tidak terbentuk. Anehnya, sampai sekarang belum ada yang yang dapat menemukan sebab secara pasti terjadinya kehamilan seperti ini. Ada yang mengatakan ibu kurang gizi, sel telur/sel sperma kurang baik, usia ibu hamil terlalu muda, dsb. Gejala dari penyakit seperti ini hampir semua aku alami, berarti memang tidak diragukan lagi aku hamil anggur. Gejalanya yakni rasa mual yang berlebihan, perut membesar tidak sesuai dengan usia kehamilan; misal baru hamil 2 bulan seperti sudah hamil 4-5 bulan, dan kadar hormon β HCG (hormon kehamilan, dibaca: beta HCG) sangat tinggi yaitu 100.000 (aku lupa dalam satuan apa), sementara aku mencapai 150.000 lebih. Yang jelas kehamilan seperti ini tidak dapat dilanjutkan, artinya janin tetap harus diangkat, karena bisa dibilang isinya bukan janin tapi penyakit ‘tumor jinak’. Jadi, harus segera dibersihkan.

Aku tidak bisa berkata apa-apa lagi, aku diam dan hanya bisa pasrah. Mungkin ini jalan terbaik yang Allah berikan. Jalan yang harus aku lewati, yang penuh ujian dan cobaan. Tapi aku yakin Allah punya rencana indah dibalik semua ini. Suatu saat nanti aku akan diberikan ganti yang lebih baik bila aku dapat ikhlas menerima semuanya. Suamiku juga sangat tabah menghadapi semua ini, dia yang terus menguatkan aku. “Allah tidak akan menguji hamba diluar kesanggupannya. Allah memberikan ujian kepada kita untuk menguji seberapakah kualitas iman kita. Bagaimana kita menyikapi segala bentuk ujian. Ujian adalah wujud Cinta Allah pada kita. Ikhlas dan Sabar adalah yang paling utama”, begitu ucap suamiku untuk menghiburku.


:: Sabtu, 15 November 2008 ::

Hari ini operasi pembersihan rahimku akan dilaksanakan. Aku menginap di rumah sakit sejak 3 hari yang lalu. Untuk menstabilkan kondisiku agar sudah siap dalam proses operasi nanti. Keluarga, saudara, teman silih berganti datang menjengukku, mereka sangat perhatian dan turut memberi dukungan kepadaku.
1 kantong darah sudah dimasukkan ke tubuhku karena kondisiku saat ini kurang darah (anemia).
Pagi ini jam 10 aku dibawa ke ruang operasi. Aku dengan didampingi suamiku menuju kesana. Dan berpisah sampai di pintu masuk. Suamiku menunggui aku di luar ruangan, karena tidak boleh sembarang orang masuk kesana. Sungguh mengerikan melihat suasana dalam ruang operasi. Peralatan medis yang sering aku lihat di televisi itu sekarang ada di hadapanku, seperti lampu operasi yang besar-besar di atas pembaringan, alat pendeteksi detak jantung, tabung oksigen dan selang, dan peralatan mengerikan yang lain. Juga dokter yang jumlahnya cukup banyak bersiap menggarap aku. Aku berusaha mengkondisikan diriku setenang mungkin, aku tidak boleh takut, aku harus yakin bahwa Allah sekarang membersamaiku, sehingga tidak perlu cemas. Aku gunakan untuk dzikir selama menunggu dimulainya operasi. Tiba-tiba ada seorang tim medis bertanya, “Umur ibu berapa ? dan berat badan berapa ?”, aku jawab “Umur 21 dan berat 45 kg”. Dia berkata lagi, “Tenang ya Bu, saya mulai masukkan obat biusnya”. Setelah itu aku sudah tidak tau lagi apa yang terjadi. Begitu terbangun, sudah ada suamiku di sampingku, aku mendengar suaranya. Suamiku membisikkan padaku, “Dinda, semua sudah berakhir, operasinya lancar”. Tapi sayang aku belum dapat bicara dan membuka mata, hanya dapat mendengar karena obat biusnya masih bereaksi.

Alhamdulillah. Keesokan harinya aku sudah bisa pulang dan penderitaan rasanya sudah berakhir. Aku sudah tidak merasakan mual lagi. Meski darah masih sedikit ada yang keluar tapi aku sudah tidak merasakan sakit. Aku dianjurkan rutin kontrol untuk memantau perkembanganku. Aku belum boleh hamil dulu sampai satu tahun ke depan. Karena jika aku hamil dalam waktu itu dikhawatirkan terjadi seperti ini lagi untuk yang kedua kali. Butuh waktu untuk proses penyembuhan dulu.


“Dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, yaitu orang-orang yang apabila ditimpa suatu musibah mengatakan, sesungguhnya kita milik Allah dan sesungguhnya kepada-Nya kita kembali. Mereka itulah orang-orang yang akan mendapatkan curahan shalawat dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.”
(QS. Al Baqarah : 155-157)


:: Agustus 2009, 9 bulan berlalu ::

Ramadhan sudah menjelang lagi. Sampai saat ini aku masih mengingat jelas akan apa yang aku alami 9 bulan yang lalu. Aku sangat merindukan kehadiran buah hati. Tapi, yah aku harus bersabar dulu. Aku yakin Allah swt pasti memberi kami kebahagiaan itu nanti pada saat yang tepat. Cukuplah ku simpan dalam hati kerinduan ini, semoga Allah swt senantiasa memberkahi rimah tangga kami. Slalu berada di bawah naungan Cinta-Nya. Amin.



Seiring waktu berlalu
Tangis tawa di nafasku
Hitam putih di hidupku
Jalan di takdirku

Tiada suatu tersembunyi
Tiada suatu yang terlupa
Sgala apa yang terjadi
Engkau lah saksinya

Kau yang Maha Mendengar
Kau yang Maha Melihat
Kau yang Maha Pemaaf
Pada-Mu hati bertaubat

Kau yang Maha Pengasih
Kau yang Maha Penyayang
Kau yang Maha Pelindung
Pada-Mu semua bergantung

Yang dicinta kan pergi
Yang didamba kan hilang
Hidup kan terus berjalan
Meski penuh dengan tangisan

Andai bisa ku mengulang
Waktu hilang dan terbuang
Andai bisa ku kembali
Hapus semua pedih

Andai mungkin aku bisa
Kembali ulang sgalanya
Tapi hidup tak kan bisa
Meski dengan air mata

Opick feat Amanda_Maha Melihat

1 komentar:

Ufa Aiba mengatakan...

mengharukan......jd ikut sedih, tapi mau gimana lagi.....udah kehendak ALLAH......kesabaran mengalahkan segalanya ukh, tetep semangat ya ^_^

Posting Komentar