Rss Feed

My Playlist

Ujian Keikhlasan 1

:: Oktober 2008, Ramadhan in memoriam ::

Sembilan bulan kini usia pernikahanku. Dengan seseorang yang sudah kudambakan sejak lama. Belahan jiwa yang selalu ada disamping kita. Sebentar lagi usia pernikahan kami genap satu tahun, Alhamdulillah. Hari-hari kami jalani dengan penuh kebahagiaan dan kesyukuran. Semua ini aku anggap sebagai kado terindah dari Allah selama hidupku. Terimakasih ya Allah. Suamiku sangat amat mencintaiku, dan aku juga akan selalu mencintai dia sampai akhir hidupku, Amin.

Usia sembilan bulan dirasakan terlalu lama, sebagai pasangan muda yang belum dikaruniai anak. Kebanyakan istri 1-2 bulan setelah menikah sudah mengandung. Seperti layaknya pasangan suami-istri lain, kami sangat mendambakan hadirnya buah hati, meski kami belum mempunyai penghasilan tetap, karena kami berdua masih kuliah dan hanya nyambi bisnis kecil-kecilan, tapi itu tidak membuat kami ragu untuk memiliki buah hati, kami yakin dengan menikah Allah akan memudahkan rizki kami. Ada kutipan sebuah hadist, “Allah akan memudahkan rizki kepada 3 golongan, yaitu orang yang berusaha menepati janjinya, yang berjihad di jalan-Nya, dan yang menikah untuk menjaga kehormatan diri dan menundukkan pandangan.” Subhanallah.

Suatu pagi . . .
Aku merasakan kurang enak badan pagi ini, ada sesuatu yang berbeda terjadi dalam diriku. Kemarin aku dan suami baru saja membicarakan soal nama anak kelak ketika kami punya anak. Rencananya akan kami beri nama ia ‘Asy Syifa’ seandainya yang lahir perempuan. Asy Syifa yang berasal dari singkatan nama kami berdua, yang dalam bahasa Indonesia berarti obat. Harapannya ia bisa menjadi obat / penyembuh luka / penghibur hati kami, menjadikan hari-hari kami penuh warna-warni keceriaan.
Aku curiga aku hamil, karena aku rasakan ada sedikit ganjalan pada perutku saat ku bungkukkan badan. Dan merasa mual-mual. Aku buru-buru mengambil alat uji kehamilan pribadiku, kebetulan aku baru membelinya lusa, buat jaga2 aja jika sewaktu-waktu diperlukan. “Subhanallah . . . Alhamdulillah . . .” aku terkejut dan bersyukur. Tertera 2 garis merah pada alat tersebut, artinya aku positif hamil. Lalu aku segera membangunkan suamiku tercinta. “Aa bangun . . .” begitu panggilan sayang ku. “A, ane positif hamil.” Suamiku langsung terbangun dengan perasaan terkejut, gembira, haru, semua kami rasakan bercampur padu. Dan dia menciumiku dengan diliputi rasa syukur dan berkata padaku “Ane semakin sayang sama anti.” Rasanya saat itu aku seolah menjadi istri yang paling bahagia.

Aku rutin memeriksakan kandunganku ke dokter spesialis obgyn (obstetri dan gynekologi), begitu istilah medisnya, atau biasa kita sebut spesialis kandungan. Lokasinya cukup jauh dari rumah kami, sehingga penuh perjuangan juga untuk sampai kesana. Disana alat yang digunakan adalah USG (Ultra Sono Grafy), sebuah alat pendeteksi keadaan janin di dalam kandungan, yang sudah akrab di telinga kita. Nampak bulatan berdiameter 1cm dalam rahimku, artinya usia kandunganku sudah 1 bulan kata dokter. Alhamdulillah. Aku diberi obat penguat kandungan agar rahimku kuat, juga suplemen agar kondisi tubuhku tetap terjaga, demikian janin dalam kandunganku. Aku kabarkan berita baik ini kepada keluargaku. Harapannya mereka senang mendengar kabar ini, dan turut mensupport aku. Tapi ketika kusampaikan kepada ibuku untuk yang pertama kalinya, agak kurang enak respon beliau, maklum beliau masih meragukan kemampuan kami untuk mengurus anak, karena berdua masih sama-sama kuliah dan belum bekerja. Agak sedih. Namun aku terus berusaha meyakinkan beliau bahwa kami InsyaAllah sanggup membesarkan dia, kami akan berjuang sepenuh hati. Bisa menyelesaikan kuliah meski harus mengurus anak. Pelan-pelan orangtua kami mulai mengerti, memahami dan menerima kehadiran cucu pertama mereka. Sebenarnya mereka juga bahagia dalam hatinya.

Hari-hari kami jalani penuh suka cita, membayangkan menjadi seorang abi-umi, menimang bayi yang lucu. Aku jaga kandunganku dengan penuh kehati-hatian. Karena ini anugrah terindah yang Allah berikan kepada kami. Disini Allah menguji kami apakah kami ikhlas menerima kehadiran buah hati, tidak ragu lagi dapat membesarkan dia dan yakin bahwa yang menentukan rizki adalah Allah yang Maha Pemurah. Pernah sesaat aku berkata pada suamiku, “Aa, bagaimana kalau uang kita ngga’ cukup buat beli susu untuknya kelak ia lahir ?” Suamiku menjawab, “Ane ngga’ akan makan sebelum anak kita dapat minum susu.” Suamiku sungguh sabar, dia yang mengajarkan aku untuk ridho, dan selalu berserah diri pada-Nya.

Belum habis suasana lebaran yang penuh kegembiraan, aku diberikan karunia yang tak ternilai saat ini. Hampir setiap hari aku memimpikan anakku lahir, terkadang lahir anak laki-laki, namun terkadang anak perempuan, karena memang belum jelas. Aku jaga kondisi tubuhku agar selalu sehat, aku beri asupan gizi yang cukup dengan makan sayur dan buah meski aku sangat tidak menyukai keduanya, tapi aku paksakan demi kesehatan janinku. Rasa mual yang sangat dan sungguh menyiksa juga tidak membuatku lemah dan mengeluh, aku ikhlas jalani semuanya demi janinku, toh hanya berlangsung pada trimester pertama (3 bulan) yang aku tau, setelah itu rasa mual biasanya sudah hilang. Begini rasanya hamil muda, agak tidak nyaman juga karena aku harus berhati-hati sekali dalam setiap gerakku, kandungan di usia muda sangat rentan terhadap goncangan.

Masih sebulan lagi jadwalku kontrol ke dokter. Aku harus rutin minum obat sampai habis. Berharap kontrol bulan depan perkembangannya bagus.

2 komentar:

lita alifah mengatakan...

subhanallah...perjalanan yang sangat indah, penuh kasih sayang dan kesabaran antar keduanya dalam menjalani rumah tangga ^_^ moga si kecil lahir dengan sehat dan jadi anak yang shaleh dan shalehah...amiin....

Cara Membuat Website mengatakan...

emmm.....cerita yang bagus, penuh kabahagiaan dalam berumah tangga dan penuh kesabaran dalam menanti kedatangan buah hati :) moga langgeng ya....makasih ceritanya :D

Membuat Website

Posting Komentar